Monday, April 14, 2008

Manajemen di tempat Kerja ku nangkil Ring Dalem Ped


Purusa-Pradana di Pura Dalem Penataran Peed

Ya atmada balada yasya visva
upasate prasisam yasya devah
yasya chaya-amrtham yasya mrtyuh
kasmani devaya havisa vidhema. (Rgveda.X.121.2).

Maksudnya:
Tuhan Yang Maha Esa memberikan kekuatan spiritual (rohani) dan fisikal
(jasmani). Semua sinar sucinya yang disebut Deva berfungsi atas kehendak
Tuhan. Kasih-Nya adalah keabadian, krodanya adalah kematian. Kami semuanya
mengaturkan sembah kepada-Nya.

PURA Dalem Penataran Ped di Nusa Penida itu adalah pura untuk memuja Tuhan
Yang Mahakuasa sebagai pencipta Purusa dan Pradana. Purusa itu adalah
kekuatan jiwa atau daya spiritualitas yang memberikan napas kehidupan pada
alam dan segala isinya. Pradana adalah kekuatan fisik material atau daya
jasmaniah yang mewujudkan secara nyata kekuatan Purusa. Karena itu umat
Hindu berbondong-bondong rajin bersembahyang ke Pura Dalem Penataran Ped
untuk mendapatkan keseimbangan daya hidup, baik daya spiritual maupun daya
fisikal. Karena hanya keseimbangan peran dan fungsi rohani dan jasmani
itulah hidup yang harmonis di bumi ini dapat dicapai.

Pemujaan Tuhan sebagai pencipta unsur Purusa dan Pradana ini divisualkan
dalam wujud pemujaan di Pura Dalem Penataran Ped. Visualisasi itu
merupakan perpaduan konsepsi Hindu dengan kearipan lokal Bali. Di Pura
Dalem Penataran Ped ini terdapat dua arca Purusa dan Predana dari uang
kepeng yang disimpan di gedong penyimpenan. Arca Purusa-Predana inilah
yang memvisualisasikan Kemahakuasaan Tuhan yang menciptakan waranugeraha
keseimbangan hidup spiritual (Purusa) dengan kehidupan fisik material
(Predana).

Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan Batara Siwa menurunkan Dewi Uma dan
berstana di Puncak Mundi Nusa Penida diiringi oleh para Bhuta Kala. Di
Pura Puncak Mundi Dewi Uma bergelar Dewi Rohani dan berputra Dalem Sahang.
Pepatih Dalem Sahang bernama I Renggan dari Jambu Dwipa Kompyang, Dukuh
Jumpungan. Dukuh Jumpungan itu lahir dari pertemuan Batara Guru dengan Ni
Mrenggi, dayang dari Dewi Uma. Kama dari Batara Guru berupa awan kabut
yang disebut ''limun''. Karena itu disebut Hyang Kalimunan.

Kama Batara Guru ini di-urip oleh Hyang Tri Murti dan menjadi manusia.
Setelah diajar berbagai ilmu kerohanian dan kesidhian oleh Hyang Tri Murti
terus diberi nama Dukuh Jumpungan dan bertugas sebagai ahli pengobatan.
Setelah turun-temurun Dukuh Jumpungan menurunkan I Gotra yang juga dikenal
sebagai I Mecaling. Inilah yang selanjutnya disebut Ratu Gede Nusa.

Ratu Gede Nusa ini berpenampilan bagaimana Batara Kala. Menurut penafsiran
Ida Pedanda Made Sidemen (alm) dari Geria Taman Sanur yang dimuat dalam
buku hasil penelitian ''Sejarah Pura'' oleh Tim IHD Denpasar (sekarang
Unhi) antara lain menyatakan: Saat Batara di Gunung Agung, Batu Karu dan
Batara di Rambut Siwi dari Jambu Dwipa ke Bali diiringi oleh seribu lima
ratus (1.500) orang halus halus (wong samar). Lima ratus wong samar itu
dengan lima orang taksu menjadi pengiring Ratu Gede Nusa atas waranugraha
Batara di Gunung Agung. Batara di Gunung Agung memberi waranugraha kepada
Ratu Gede Nusa atas tapa bratanya yang keras. Atas tapa brata itulah
Batara di Gunung Agung memberi anugerah dan wewenang untuk mengambil
upeti berupa korban manusia Bali yang tidak taat melakukan ajaran agama
yang dianutnya.

Di Pura Dalem Penataran Ped ini Ida Batara Dalem Penataran Ped dipuja di
Pelinggih Gedong, sedangkan Pelinggih Ratu Gede Nusa berada di areal
tersendiri di barat areal Pelinggih Dalem Penataran Ped. Pelinggih Dalem
Penataran Ped ini berada di bagian timur, sedangkan Pelinggih Padmasana
sebagai panyawangan Batara di Gunung Agung berada di bagian utara dalam
areal Pura Dalem Penataran Ped.

Di Pura Dalem Penataran Ped ini merupakan penyatuan antara pemujaan Batara
Siwa di Gunung Agung dengan pemujaan Dewi Durgha atau Dewi Uma di Pura
Puncak Mundi. Jadinya Pura Dalem Penataran Ped itu sebagai pemujaan Siwa
Durgha dan pemujaan raja disebut Pura Dalem. Sedangkan disebut sebagai
Pura Penataran Ped karena pura ini sebagai Penataran dari Pura Puncak
Mundi pemujaan Batari Uma Durgha.

Artinya, Pura Penataran Ped ini sebagai pengejawantahan yang aktif dari
fungsi Pura Puncak Mundi pemujaan Batari Uma Durgha. Di pura inilah
betemunya unsur Purusa dari Batara di Gunung Agung dengan Batari Uma
Durgha di Puncak Mundi. Dari pertemuan dua unsur ciptaan Tuhan inilah yang
akan melahirkan sarana kehidupan yang tiada habis-habisnya yang disebut
rambut sedana.

Upacara pujawali di Pura Dalem Penataran Ped ini dilangsungkan pada setiap
Budha Cemeng Klawu. Hari Budha Cemeng Klawu ini adalah hari untuk
mengingatkan umat Hindu pada hari keuangan yang disebut pujawali Batara
Rambut Sedhana. Pada hari ini umat Hindu diingatkan agar uang itu
digunakan dengan sebaik dan setepat mungkin. Uang itu agar digunakan
dengan seimbang untuk menciptakan sarana kehidupan yang tiada
habis-habisnya. Uang itu sebagai sarana menyukseskan tujuan hidup
mewujudkan Dharma, Artha dan Kama sebagai dasar mencapai Moksha.

Berdasarkan adanya Pelinggih Manjangan Saluwang di sebelah barat Tugu
Penyipenan dapat diperkirakan bahwa Pura Dalem Penataran Ped ini sudah ada
sejak Mpu Kuturan mendampingi raja memimpin Bali. Pura ini mendapatkan
perhatian saat Dalem Dukut memimpin di Nusa Penida dan dilanjutkan pada
zaman kepemimpinan Dalem di Klungkung. Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan
upaya Dalem Klungkung menyatukan Nusa dengan Bali. * I Ketut Gobyah

Thursday, April 03, 2008

Pertapa dan Kepiting

Oleh : Andrie Wongso
Suatu ketika di sore hari yang terasa teduh, nampak seorang pertapa muda sedang bermeditasi di bawah pohon, tidak jauh dari tepi sungai. Saat sedang berkonsentrasi memusatkan pikiran, tiba-tiba perhatian pertapa itu terpecah kala mendengarkan gemericik air yang terdengar tidak beraturan.
Perlahan-lahan, ia kemudian membuka matanya. Pertapa itu segera melihat ke arah tepi sungai di mana sumber suara tadi berasal. Ternyata, di sana nampak seekor kepiting yang sedang berusaha keras mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih tepian sungai sehingga tidak hanyut oleh arus sungai yang deras.
Melihat hal itu, sang pertapa merasa kasihan. Karena itu, ia segera mengulurkan tangannya ke arah kepiting untuk membantunya. Melihat tangan terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari si pertapa muda. Meskipun jarinya terluka karena jepitan capit kepiting, tetapi hati pertapa itu puas karena bisa menyelamatkan si kepiting.
Kemudian, dia pun melanjutkan kembali pertapaannya. Belum lama bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi bunyi suara yang sama dari arah tepi sungai. Ternyata kepiting tadi mengalami kejadian yang sama. Maka, si pertapa muda kembali mengulurkan tangannya dan membiarkan jarinya dicapit oleh kepiting demi membantunya.
Selesai membantu untuk kali kedua, ternyata kepiting terseret arus lagi. Maka, pertapa itu menolongnya kembali sehingga jari tangannya makin membengkak karena jepitan capit kepiting.
Melihat kejadian itu, ada seorang tua yang kemudian datang menghampiri dan menegur si pertapa muda, "Anak muda, perbuatanmu menolong adalah cerminan hatimu yang baik. Tetapi, mengapa demi menolong seekor kepiting engkau membiarkan capit kepiting melukaimu hingga sobek seperti itu?"
"Paman, seekor kepiting memang menggunakan capitnya untuk memegang benda. Dan saya sedang melatih mengembangkan rasa belas kasih. Maka, saya tidak mempermasalahkan jari tangan ini terluka asalkan bisa menolong nyawa mahluk lain, walaupun itu hanya seekor kepiting," jawab si pertapa muda dengan kepuasan hati karena telah melatih sikap belas kasihnya dengan baik.
Mendengar jawaban si pertapa muda, kemudian orang tua itu memungut sebuah ranting. Ia lantas mengulurkan ranting ke arah kepiting yang terlihat kembali melawan arus sungai. Segera, si kepiting menangkap ranting itu dengan capitnya. " Lihat Anak muda. Melatih mengembangkan sikap belas kasih memang baik, tetapi harus pula disertai dengan kebijaksanaan. Bila tujuan kita baik, yakni untuk menolong mahluk lain, bukankah tidak harus dengan cara mengorbankan diri sendiri. Ranting pun bisa kita manfaatkan, betul kan?"
Seketika itu, si pemuda tersadar. "Terima kasih paman. Hari ini saya belajar sesuatu. Mengembangkan cinta kasih harus disertai dengan kebijaksanaan. Di kemudian hari, saya akan selalu ingat kebijaksanaan yang paman ajarkan."
Pembaca yang budiman,
Mempunyai sifat belas kasih, mau memerhatikan dan menolong orang lain adalah perbuatan mulia, entah perhatian itu kita berikan kepada anak kita, orang tua, sanak saudara, teman, atau kepada siapa pun. Tetapi, kalau cara kita salah, seringkali perhatian atau bantuan yang kita berikan bukannya memecahkan masalah, namun justru menjadi bumerang. Kita yang tadinya tidak tahu apa-apa dan hanya sekadar berniat membantu, malah harus menanggung beban dan kerugian yang tidak perlu.
Karena itu, adanya niat dan tindakan berbuat baik, seharusnya diberikan dengan cara yang tepat dan bijak. Dengan begitu, bantuan itu nantinya tidak hanya akan berdampak positif bagi yang dibantu, tetapi sekaligus membahagiakan dan membawa kebaikan pula bagi kita yang membantu.