Thursday, June 13, 2013
Cakra Group Dance, Kursus Tari Bali, Traditional Balinese Dance
Cakra Group Dance : Menerima Kursus Tari Bali, Pertunjukan Tari 
Tradisional Bali dan Tari Modern, Menerima Tata Rias Untuk Tari Bali, 
Tata Rias Penganten,MC, Wisudawati, Pagar Ayu, Menyewakan Kostum Tarian 
Bali, (Untuk Tata Rias Tari bisa dipanggil ke lokasi acara) Hub : 085339015771, 03619118538, pin BB :26828130
Friday, June 07, 2013
Cermin Budaya agar tidak hanyut derasnya Teknologi
Malen atau Tualen (hyang aji semar)
Malen atau Tualen (hyang aji semar)
Dalam cerita pewayangan kita mengenal suatu tokoh penasehat dari Prabu 
Sri Kreshna orang menyebutnya dengan nama Sang Tualen / Malen.di benak 
kita bertanya ,kenapa Sang Tualen menjadi penasehat Sang Prabu Kreshna 
padahal Sang Prabu Kreshna adalah Awatara Wisnu ? 
Semar di Bali dikenal bernama Tualen, Petruk adalah merdah, Gareng adalah Sangut dan Bagong adalah Delem.
|  | 
| Malen atau Tualen (hyang aji semar) | 
Kyai Lurah Semar Badranaya adalah nama tokoh panakawan paling utama 
dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh 
sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah 
Mahabharata dan Ramayana. Tentu saja nama Semar tidak ditemukan dalam 
naskah asli kedua wiracarita tersebut yang berbahasa Sansekerta, karena 
tokoh ini merupakan asli ciptaan pujangga Jawa. Sebutan lain Semar : 
Saronsari, Ki lurah Badranaya, Nayantaka, Puntaprasanta, Bojagati, Wong 
Boga Sampir, Ismaya, Malen, Tualen
Pada saat Panca Pandawa mengasingkan diri ke alas, alas yang dicapai 
adalah alas Jawa, karena diceritakan pada saat itu semua pulau masih 
bersatu. Bukti dari Panca Pandawa datang ke alas Jawa yaitu Bima kawin 
dengan seorang raksasa bernama Diyah Dimbi dan lahirlah Gatot Kaca. Juga
 Arjuna bertapa di gunung yang sekarang dikenal dengan gunung Arjuna di 
Jawa, serta karena pada saat itu banyak sekali raksasa-raksasa yang 
mengganggu Arjuna dalam tapanya, maka diturunkanlah 4 punakawan oleh Ida
 Bhatara Hyang Siwa Pasupati untuk menjaga Arjuna. Dalam pertapaannya 
Arjuna diberi sebuah panah sakti oleh Hyang Siwa Pasupati.
Semar adalah juga merupakan Dewa yang mengatasi semua Dewa dan Dewa yang
 menjelma menjadi manusia. Semar juga kemudian menjadi pamong para 
Pandawa dan ksatrya utama lainnya yang tidak terkalahkan.
Semar merupakan pamong yang sepi ing pamrih, rame ing ngawe. Sepi akan 
maksud, rajin dalam bekerja. Semar mengembani sifat membangun dan 
melaksanakan perintah Hyang Widi demi kesejahteraan umat manusia di 
jagat raya ini. 
Tualen adalah seorang punakawan yang disegani dan disenangi oleh banyak 
raja dan para Dewata. Tualen berpenampilan sederhana sebagaimana rakyat 
biasa, walau sebagai abdi raja karena Beliau adalah pelayan umat manusia
 untuk mencapai keadilan dan kebenaran di muka bumi.
Tak dapat dipungkiri bahwa dari kisah Arjuna bersemedi di tanah Jawa 
kemudian muncul Semar di dunia ini sebagai pamong para raja-raja atau 
pemimpin seluruh dunia. Semar kemudian diberi gelar Sada Siwa oleh Hyang
 Siwa Pasupati, atau dalam Hindu Dharma dikenal juga sebagai Sang Hyang 
Ismaya dan Manik Maya. Sebutan Beliau yang lain adalah Sabda Palon
Semar berwatak : sabar, jujur, ramah, suka humor. Setelah turun dari 
kahyangan ia menjadi abdi (panakawan) yang selalu memberi bimbingan bagi
 para kesatria. Pada waktu di kahyangan ia seorang yang tampan tapi 
setelah menjadi semar, dan turun ke arcapada (dunia) badannya menjadi 
gendut, pendek, dan berwajah lucu karena matanya selalu berair. 
MAYA adalah sebuah cahaya hitam. Cahaya hitam tersebut untuk menyamarkan segala sesuatu;
- Yang ada itu sesungguhnya tidak ada.
- Yang sesungguhnya ada, ternyata bukan.
- Yang bukan dikira iya.
- Yang wanter (bersemangat) hatinya, hilang kewanterane (semangatnya), sebab takut kalau keliru.
Maya, atau Ismaya, cahaya hitam, juga disebut SEMAR artinya tersamar, atau tidak jelas. 
Sejarah Malen atau Tualen (hyang aji semar)
Menurut sejarawan Prof. Dr. Slamet Muljana, tokoh Semar pertama kali 
ditemukan dalam karya sastra zaman Kerajaan Majapahit berjudul Sudamala.
 Selain dalam bentuk kakawin, kisah Sudamala juga dipahat sebagai relief
 dalam Candi Sukuh yang berangka tahun 1439. Candi Sukuh adalah sebuah 
kompleks candi agama Hindu yang terletak di Kabupaten Karanganyar, eks 
Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah.
Semar dikisahkan sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita tersebut, 
yaitu Sahadewa dari keluarga Pandawa. Tentu saja peran Semar tidak hanya
 sebagai pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk 
mencairkan suasana yang tegang.
Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin meningkat lagi. 
Para pujangga Jawa dalam karya-karya sastra mereka mengisahkan Semar 
bukan sekadar rakyat jelata biasa, melaikan penjelmaan Batara Ismaya, 
kakak dari Batara Guru, raja para dewa.
Asal Usul Malen atau Tualen (hyang aji semar)
Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal-usul Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa.
- Dalam naskah Serat Kanda dikisahkan, penguasa kahyangan bernama Sanghyang Nurrasa memiliki dua orang putra bernama Sanghyang Tunggal dan Sanghyang Wenang. Karena Sanghyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan kepada Sanghyang Wenang. Dari Sanghyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yeng bernama Batara Guru. Sanghyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama Semar.
- Dalam naskah Paramayoga dikisahkan, Sanghyang Tunggal adalah anak dari Sanghyang Wenang. Sanghyang Tunggal kemudian menikah dengan Dewi Rakti, seorang putri raja jin kepiting bernama Sanghyang Yuyut. Dari perkawinan itu lahir sebutir mustika berwujud telur yang kemudian berubah menjadi dua orang pria. Keduanya masing-masing diberi nama Ismaya untuk yang berkulit hitam, dan Manikmaya untuk yang berkulit putih. Ismaya merasa rendah diri sehingga membuat Sanghyang Tunggal kurang berkenan. Takhta kahyangan pun diwariskan kepada Manikmaya, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Ismaya hanya diberi kedudukan sebagai penguasa alam Sunyaruri, atau tempat tinggal golongan makhluk halus. Putra sulung Ismaya yang bernama Batara Wungkuham memiliki anak berbadan bulat bernama Janggan Smarasanta, atau disingkat Semar. Ia menjadi pengasuh keturunan Batara Guru yang bernama Resi Manumanasa dan berlanjut sampai ke anak-cucunya. Dalam keadaan istimewa, Ismaya dapat merasuki Semar sehingga Semar pun menjadi sosok yang sangat ditakuti, bahkan oleh para dewa sekalipun. Jadi menurut versi ini, Semar adalah cucu dari Ismaya. Semar atau Ismaya, diberi beberapa gelar yaitu; Batara Semar, Batara Ismaya, Batara Iswara, Batara Samara, Sanghyang Jagad Wungku, Sanghyang Jatiwasesa, Sanghyang Suryakanta. Ia diperintahkan untuk menguasai alam Sunyaruri, atau alam kosong, tidak diperkenankan menguasi manusia di alam dunia. Di alam Sunyaruri, Batara Semar dijodohkan dengan Dewi Sanggani putri dari Sanghyang Hening. Dari hasil perkawinan mereka, lahirlah sepuluh anak, yaitu: Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan, Batara Siwah, Batara Wrahaspati, Batara Yamadipati, Batara Surya, Batara Candra, Batara Kwera, Batara Tamburu, Batara Kamajaya dan Dewi Sarmanasiti.
- Dalam naskah Purwakanda dikisahkan, Sanghyang Tunggal memiliki empat orang putra bernama Batara Puguh, Batara Punggung, Batara Manan, dan Batara Samba. Suatu hari terdengar kabar bahwa takhta kahyangan akan diwariskan kepada Samba. Hal ini membuat ketiga kakaknya merasa iri. Samba pun diculik dan disiksa hendak dibunuh. Namun perbuatan tersebut diketahui oleh ayah mereka. Sanghyang Tunggal pun mengutuk ketiga putranya tersebut menjadi buruk rupa. Puguh berganti nama menjadi Togog sedangkan Punggung menjadi Semar. Keduanya diturunkan ke dunia sebagai pengasuh keturunan Samba, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Manan mendapat pengampunan karena dirinya hanya ikut-ikutan saja. Manan kemudian bergelar Batara Narada dan diangkat sebagai penasihat Batara Guru.
- Dalam naskah Purwacarita dikisahkan, Sanghyang Tunggal menikah dengan Dewi Rekatawati putra Sanghyang Rekatatama. Dari perkawinan itu lahir sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal dengan perasaan kesal membanting telur itu sehingga pecah menjadi tiga bagian, yaitu cangkang, putih, dan kuning telur. Ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki. Yang berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal dari putih telur diberi nama Ismaya, sedangkan yang berasal dari kuningnya diberi nama Manikmaya. Pada suatu hari Antaga dan Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi pewaris takhta kahyangan. Keduanya pun mengadakan perlombaan menelan gunung. Antaga berusaha melahap gunung tersebut dengan sekali telan namun justru mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya menggunakan cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. Setelah melewati bebarpa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh Ismaya, namun tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun bertubuh bulat. Sanghyang Tunggal murka mengetahui ambisi dan keserakahan kedua putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi pengasuh keturunan Manikmaya, yang kemudian diangkat sebagai raja kahyangan, bergelar Batara Guru. Antaga dan Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama Togog dan Semar.
Di Tanah Jawa Sang Tualen disebut Hyang Semar atau juga disebut Bhagawan
 Ismoyo, Hyang Semar ini sangat dihormati dan dijunjung tinggi karena 
petuah petuahnya yang agung yang juga dilakonkan lewat pementasan wayang
 kulit ala Jawa. Dalam kehidupan keseharian pun orang Jawa yang kejawen 
sangat menghormati dan mensakralkan Hyang Semar, walaupun wujud fisik 
beliau seperti itu.
Menurut Ida (yang ditugasi oleh juru kunci istana Jaya Katwang di 
Madiun) Hyang Semar itu disebut Hyang Kaki dan beliau juga menyebut 
Hyang Semar itu adalah Bhagawan Manu atau Awatara yang pertama yang 
turun ke dunia yang mengambil wujud manusia atau manusia yang pertama di
 muka bumi ini.
Sehingga menurut tafsir ida, Hyang Semar dalam pewayangan Bali di kenal 
dengan sebutan Malen,  merupakan awatara dimana menurut Kitab Weda 
beliau adalah Awatara ke 5 dan mengambil wujud manusia (manusia pertama 
di Bumi).Kita telah mengenal Awatara- Awatara yang telah turun ke Bumi 
Sbb:
- Matsya Awatara ( mengambil wujud Ikan)
- Kurma Awatara ( mengambil wujud Empas/ mirip Kura-kura)
- Weraha Awatara (mengambil wujud Babi Hutan )
- Narasimha Awatara ( mengambil wujud Manusia berkepala Singa )
- Bhagawan Wamena Awatara / Bhagawan Manu / Hyang Semar,( Manusia pertama di Bumi)
- Parasurama Awatara ( Mengambil Wujud Manusia Raksasa )
- Rama Awatara
- Krishna Awatara
- Budha Awatara
- Awatara ke sepuluh ini diperkirakan hadir mengambil wujud seorang Kalki
Hiranya Kasipu beliau berwujud Denawa atau Raksasa dan dibunuh oleh 
Narasingha Murti dan setelah Hiranya Kasipu dikalahkan oleh Narasingha 
Murti, maka para Denawa / Raksasa bersembunyi di alam Petala. Pada jaman
 itu para Dewa dengan para Denawa selalu berperang / berkelahi dan 
Hiranya Kasipu selalu mengobrak abrik Swarga Loka, dengan kejadian ini 
Tuhan mengutus Narasingha Murti turun kebumi untuk dapat mengalahkan 
Hiranya Kasipu dan para Denawa.
Diceritakan, Awatara berikutnya adalah Bhagawan Wamena / Bhagawan Manu /
 Hyang Semar adalah Awatara manusia I yang dilahirkan di lembah Sungai 
Soma yang mungkin sekarang disebut Sungai Bengawan Solo,situs -situs 
purbakala inipun banyak ditemukan di lembah Sungai Soma / Solo ini .
Dengan Awatara I mengambil wujud manusia ,maka disebutlah bahwa beliau 
adalah manusia pertama di Bumi, dan raksasa itu beda dengan manusia, 
walaupun bentuknya sama,
Dalam pakem pewayangan beliau Bhagawan Semar, selalu menjadi pengemong 
dan pelindung keturunan Rsi Palasara/ Sentanu. Apa yang diceritakan oleh
 orang suci dalam kitab suci ada benarnya, begitu juga dengan hasil 
penelitian para ilmuwan yang menyatakan bahwa alam nusantara ini menyatu
 menjadi suatu benoa juga ada benarnya, berdasarkan cerita-cerita orang 
wikan, usia Bumi ini belum ada para ahli mampu memperkirakan dengan 
pastinya.
Tapi kita cukup berbangga (berdasarkan Dharma Wacana orang wikan) bahwa 
peradaban dunia katanya awalnya dari alam Nusantara, bahkan India 
katanya peradabannya masih belakangan , bisa diambil contoh nama-nama 
yang terdapat dalam Ramayana maupun Mahaberatha, sepertinya peradaban 
dunia di mulai dari Nusantara. Di Daerah Sangir di lembah Sungai Soma ( 
Bengawan Solo),telah ditemukan fosil-fosil manusia furba ini salah satu 
bukti sejarah,
C.Tsing, seorang pendeta Tibet menyampaikan pula bahwa pertapaan Otisa 
itu ada di Bali yang belokasi di pinggir Danau Tamblingan, Pendeta Tibet
 ini sangat menyayangi Bali karena leluhurnya jaman dulu belajar di 
Bali. Pada waktu Bali heboh dengan pembangunan Geothermal di Bedugul, 
beliau ikut andil menggagalkan proyek itu lewat ritual dan permohonan 
kepada Hyang Maha Kuasa sehingga pengeboran itu tidak mengeluarkan Uap 
Panas ,Kalau Proyek itu jadi ada, maka kehancuran alam Bali ini akan 
terjadi.
Dinasti Murya juga mengakui bahwa orang-orang Murya belajar di Bali, 
makanya ajaran Agama Hindu di Bali beda dengan Weda, Tripitaka, Orang 
bijaksana jaman dulu menyebut Agamanya adalah Agama Wali .Pada Abad ke 
XVII,Mark Muller menemukan peradaban Weda hidup dilembah Sungai Sindhu, 
maka beliau menyebut agama ini Agama Hindu, Karena Presiden kita Waktu 
itu Bpk Soekarno ingin mengakui Agama-agama yang ada di Indonesia dan 
punya nama, maka nama Hindu-lah yang dipakai.
kalau diurut dari Avathara pertama dihubungkan dengan pembagian jaman adalah sebagai berikut:
- Matsya (Kisah Manu), Kurma (Pemutaran Gunung mandara, Waraha (Badak Agung/ Babi Besar), Shri Narasimha (Haranyakasipu/Prahlada), Wamana (Rsi Kerdil/ Cebol berpengetahuan tinggi) adalah zaman Kerthayuga (Satyayuga)
- Parasurama (Pemusnah Paraksatria yg sewenang-wenang/ bersenjata kapak), Rama (Dasaratha/Ramayana) adalah zaman Traitayuga
- Krishna (Raja Vrisni/ Mahabharata), Budha (Putra Raja Kapilawastu) adalah zaman Dvaparayuga
- dan jaman pertengahan Budha, Mulai penobatan Raja Parikesit (dinasti Astina terakhir), hinga kini menunggu Kalki Awatara (Yang akan muncul di akhir zamn Kaliyuga) adalah zaman Kaliyuga.
Kiranya nyambung, nanti kita ceritra lagi zaman Narasimha/ Prahlada dan 
konon Raja Wali (Bali) adalah garis keturunan dari Prahlada.
Seperti dalam berita bahwa ada ramalan Tahun 2012 s/d 2015 yang akan 
datang akan ada bencana besar, itupun Ida juga sering singgung karena 
tahun itu berkaitan dengan Sabda Palon Nayang Genggong, Kerajaan Hindu 
di tanah Jawa tumbang Tahun 2015 dan bangkit kembali setelah 500 Tahun 
runtuh,kembalinya ditandai dg bencana , kalau bukan dengan bencana maka,
 tak akan terjadi perubahan.
Dalam attach adalah salah satu candi yang masih utuh di Kediri, dan 
prasasti Poh Sarang yang ditulis oleh Hyang Baradah dalam sebuah batu 
besar dengan menggunakan huruf Pali yang menekankan dalam prasasti itu 
janganlah kita lupa dengan ajaran Siwa Budha Lokasi prasasti ini di 
tengah sungai, dikiri kanannya sawah dan jauh dari pemukiman.
Tualen / Semar di Nusantara adalah sebagai Dang Hyang-nya Nusantara 
(nenek moyang Nusantara). Beliau berumur jutaan tahun dan hidup abadi 
atau moksa. Sekali beliau tidur adalah 500 tahun lamanya dan setiap 
Beliau terbangun pasti ada suatu kerajaan atau keyakinan yang sedang 
berselisih.
Tualen juga sebagai lurah karang dempel. Karang artinya gersang, dempel 
artinya keteguhan jiwa. Rambut beliau menguncung, rambutnya memberi 
tahukan kepada umat manusia; akuning sang kuncung artinya adalah, akulah
 sebagai kepribadian pelayan umat manusia. 
Kain beliau bernama parangkusumorojo yang artinya perwujudan 
dewonggowantah artinya, menuntun umat manusia agar mencapai 
memayuhayuning bawono yang artinya, terjadinya keadilan dan kebenaran di
 muka bumi. Jadi sesunguhnya Semar itu hampir sama tugasnya dengan Ibu 
Dewi Kwan Im, yaitu bilamana umat manusia belum mencapai kebahagaian 
maka Beliau tidak akan pergi ke alam nirwana atau alam Siwa Budha.
|  | 
| Semar (pralambang ngelmu gaib) – kasampurnaning pati. | 
Gambar kaligrafi jawa tersebut bermakna :
Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika artinya “merdekanya jiwa dan sukma”
maksudnya dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa nafsu dan keduniawian, 
agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa. Manusia jawa
 yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing kadonyan, ora 
samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : “dalam menguji budi 
pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan 
hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup” Jadi umat 
manusia dituntun oleh Tualen agar terlepas dari segala penderitaan dan 
mencapai moksa. 
Tualen sebagai perlambang ngelmu gaib atau simbulnya alam gaib. 
Kasampurnaning pati. Beliau tidak akan pernah mati karena Beliau sudah 
mencapai kesempurnaan.
Jadi singkat cerita tentang Tualen/Hyang Semar atau nenek moyang 
Nusantara ini atau Dhang Hyang-nya Nusantara adalah yang mengemban tugas
 untuk mempersatukan umat dari masalah-masalah kerohanian.
Pasangan Punakawan
Dalam pewayangan Jawa Tengah, Semar selalu disertai oleh anak-anaknya, 
yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong. Namun sesungguhnya ketiganya bukan 
anak kandung Semar. Gareng adalah putra seorang pendeta yang mengalami 
kutukan dan terbebas oleh Semar. Petruk adalah putra seorang raja bangsa
 Gandharwa. Sementara Bagong tercipta dari bayangan Semar berkat sabda 
sakti Resi Manumanasa.
Dalam pewayangan Sunda, urutan anak-anak Semar adalah Cepot, Dawala, dan
 Gareng. Sementara itu, dalam pewayangan Jawa Timuran, Semar hanya 
didampingi satu orang anak saja, bernama Bagong, yang juga memiliki 
seorang anak bernama Besut.
Tualen (tualèn = tua len, orang tua berbeda ) atau Malen merupakan salah
 satu tokoh punakawan (bahasa Bali parěkan) dalam tradisi pewayangan di 
Bali. Karakternya mirip dengan Semar dalam pewayangan Jawa. Dalam 
tradisi pewayangan Bali, Tualen digambarkan seperti orang tua berwajah 
jelek, kulitnya berwarna hitam, namun di balik penampilannya tersebut, 
hatinya mulia, prilakunya baik, tahu sopan santun, dan senang memberi 
petuah bijak. Dalam tradisi pewayangan Bali umumnya, Tualen memiliki 
anak bernama merdah. Selain itu ada punakawan lainnya yaitu Delem dan 
Sangut. Mereka berempat (termasuk Tualen) merupakan punakawan yang 
sangat terkenal di kalangan masyarakat Bali. Smua memiliki karakter 
khusus yang mewakili sifat asli manusia. Ada juga yang menghubungkan 
dengan keberadaan sang catur sanak (Kanda Pat).
Panakawan, ……pana artinya tahu…………. kawan artinya teman. Panakawan 
artinya : tahu apa yang harus dilakukan ketika mendampingi tuannya 
(majikannya) dalam keadaan suka dan duka, penuh cobaan dan godaan untuk 
menuju arah kemuliaan.
Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya
Bebadra = Membangun sarana dari dasar
Naya = Nayaka = Utusan mangrasul
Artinya : Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Tuhan (hyang jagatkarana) demi kesejahteraan manusia
Javanologi : Semar = Haseming samar-samar
Harafiah : Sang Penuntun Makna Kehidupan
Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan 
tangan kirinya kebelakang. Maknanya : “Sebagai pribadi tokoh semar 
hendak mengatakan simbul Sang Maha Tunggal”. Sedang tangan kirinya 
bermakna “berserah total dan mutlak serta sekaligus simbol keilmuan yang
 netral namun simpatik”.
Domisili semar adalah sebagai lurah karang dempel / (karang = gersang) dempel = keteguhan jiwa.
Rambut semar “kuncung” (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak 
mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan. Semar 
sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk 
melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi.
Semar barjalan menghadap keatas maknanya : “dalam perjalanan anak 
manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas
 (sang Pasupati) yang maha pengasih serta penyayang umat”.
Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun 
manusia) agar memayuhayuning bawono : menegakan keadilan dan kebenaran 
di bumi.
Bentuk Fisik Malen atau Tualen (hyang aji semar)
Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan 
simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol 
dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya. Tualen / 
Malen / Semar selalu tersenyum, tapi bermata sembab. Penggambaran ini 
sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tapi potongan rambutnya 
bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia 
berkelamin laki-laki, tapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai 
simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat 
jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan. 
Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya:
- Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya.
- Semar selalu tersenyum, tapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka.
- Wajahnya tua tapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda.
- Ia berkelamin laki-laki, tapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita.
- Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.
- Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
- Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya
Di dalam cerita pewayangan, Semar adalah putra Sang Hyang Wisesa, ia 
diberi anugerah mustika manik astagina, yang mempunyai 8 daya, yaitu:
- tidak pernah lapar
- tidak pernah mengantuk
- tidak pernah jatuh cinta
- tidak pernah bersedih
- tidak pernah merasa capek
- tidak pernah menderita sakit
- tidak pernah kepanasan
- tidak pernah kedinginan
kedelapan daya tersebut diikat pada rambut yang ada di ubun-ubun atau kuncung.
Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap
 Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh 
sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Islam di tanah Jawa.
Dikalangan spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan 
sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis 
tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, 
persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi 
spiritual. Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat 
bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius dan ber 
keTuhan-an yang Maha Esa. 
Dari tokoh Semar wayang ini akan dapat dikupas ,dimengerti dan dihayati 
sampai dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa .
Keistimewaan Malen atau Tualen (hyang aji semar)
Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal. Meskipun 
statusnya hanya sebagai abdi, namun keluhurannya sejajar dengan Prabu 
Kresna dalam kisah Mahabharata. Jika dalam perang Baratayuda menurut 
versi aslinya, penasihat pihak Pandawa hanya Kresna seorang, maka dalam 
pewayangan, jumlahnya ditambah menjadi dua, dan yang satunya adalah 
Semar.
Semar dalam karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh keturunan 
Resi Manumanasa, terutama para Pandawa yang merupakan tokoh utama kisah 
Mahabharata. Namun dalam pementasan wayang yang bertemakan Ramayana, 
para dalang juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh keluarga Sri 
Rama ataupun Sugriwa. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam setiap 
pementasan wayang, tidak peduli apapun judul yang sedang dikisahkan.
Dalam pewayangan, Semar bertindak sebagai pengasuh golongan kesatria, 
sedangkan Togog (Delem) sebagai pengasuh kaum raksasa. Dapat dipastikan 
anak asuh Semar selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog. Hal ini 
sesungguhnya merupakan simbol belaka. Semar merupakan gambaran perpaduan
 rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Jadi, apabila para pemerintah – 
yang disimbolkan sebagai kaum kesatria asuhan Semar – mendengarkan suara
 rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka negara yang dipimpinnya 
pasti menjadi nagara yang unggul dan sentosa.
Malen atau Tualen (hyang aji semar) Simbolisasi ksatria dan empat abdinya, serupa dengan 'ngelmu' sedulur papat lima pancer atau dalam kesusastraan bali disebut dengan Kanda Pat.
Kanda Pat adalah panakawan, lima pancer adalah ksatriya. 
Posisi pancer berada ditengah, diapit oleh 4 saudara.
Ilmu Kanda Pat lahir dari konsep penyadaran akan awal mula manusia 
diciptakan dan tujuan akhir hidup manusia (sangkan paraning dumadi - 
Moksa). Awal mula manusia diciptakan di awali dari saat-saat menjelang 
kelahiran. Sebelum sang bayi (bayi, dalam konteks ini adalah pancer) 
lahir dari rahim ibu, yang muncul pertama kali adalah rasa cemas si ibu.
 Rasa cemas itu dinamakan Kakang mbarep. Kemudian pada saat menjelang 
bayi itu lahir, keluarlah cairan bening atau banyu kawah sebagai 
pelicin, untuk melindungi si bayi, agar proses kelahiran lancar dan 
kulit bayi yang lembut tidak lecet atau terluka. Banyu kawah itu disebut
 Kakang kawah. Setelah bayi lahir akan disusul dengan keluarnya ari-ari 
dan darah. Ari-ari disebut Adi ari-ari dan darah disebut Adi wuragil.
Ilmu Kanda Pat memberi tekanan bahwa, manusia dilahirkan ke dunia ini 
tidak sendirian. Ada empat saudara yang mendampingi. Pancer adalah 
suksma sejati dan sedulur papat adalah raga sejati. Bersatunya suksma 
sejati dan raga sejati melahirkan sebuah kehidupan.
Hubungan antara Kanda Pat  dalam kehidupan, digambarkan dengan seorang 
sais mengendalikan sebuah kereta, ditarik oleh empat ekor kuda, yang 
berwarna merah, hitam, kuning dan putih. Sais kereta melambangkan 
kebebasan untuk memutuskan dan berbuat sesuatu. Kuda merah melambangkan 
energi, semangat, kuda hitam melambangkan kebutuhan biologis, kuda 
kuning melambangkan kebutuhan rohani dan kuda putih melambangkan 
keheningan, kesucian. Sebagai sais, tentunya tidak mudah mengendalikan 
empat kuda yang saling berbeda sifat dan kebutuhannya. Jika sang sais 
mampu mengendalikan dan bekerjasama dengan ke empat ekor kudanya dengan 
baik dan seimbang, maka kereta akan berjalan lancar sampai ke tujuan 
akhir. Sang Sangkan Paraning Dumadi. 
dikutip dari  http://cakepane.blogspot.com/2012/10/malen-atau-tualen-hyang-aji-semar.html
Tuesday, March 12, 2013
Silence Day In Paradise Island

Sejarah Hari Raya Nyepi
Hari Raya Nyepi merupakan hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap Tahun Baru Saka. Dimana pada hari ini umat hindu melakukan amati geni yaitu mengadakan Samadhi pembersihan diri lahir batin. Pembersihan atas segala dosa yang sudah diperbuat selama hidup di dunia dan memohon pada yang Maha Kuasa agar diberikan kekuatan untuk bisa menjalankan kehidupan yang lebih baik dimasa mendatang.
Hari Raya Nyepi jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang diyakini saat baik untuk mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa dan dipercayai merupakan hari penyucian para dewa yang berada dipusat samudra yang akan datang kedunia dengan membawa air kehidupan (amarta) untuk kesejahteraan manusia dan umat hindu di dunia.
Makna Hari Raya Nyepi
Nyepi asal dari kata sepi (sunyi, senyap). yang merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan kalender Saka, kira kira dimulai sejak tahun 78 Masehi. Pada Hari Raya Nyepi ini, seluruh umat Hindu di Bali melakukan perenungan diri untuk kembali menjadi manusia manusia yang bersih , suci lahir batin. Oleh karena itu semua aktifitas di Bali ditiadakan, fasilitas umum hanya rumah sakit saja yang buka. 
Upacara sebelum hari Nyepi Ada beberapa upacara yang diadakan sebelum dan sesudah Hari Raya Nyepi , yaitu: Upacara Melasti Selang waktu dua tiga hari sebelum Hari Raya Nyepi, diadakan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis, dihari ini, seluruh perlengkapan persembahyang yang ada di Pura di arak ke tempat tempat yang mengalirkan dan mengandung air seperti laut, danau dan sungai, karena laut, danau dan sungai adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa membersihkan dan menyucikan dari segala kotoran yang ada di dalam diri manusia dan alam. Upacara Bhuta Yajna Sebelum hari Raya Nyepi diadakan upacara Bhuta Yajna yaitu upacara yang mempunyai makna pengusiran terhadap roh roh jahat dengan membuat hiasan atau patung yang berbentuk atau menggambarkan buta kala ( Raksasa Jahat ) dalam bahasa bali nya sebut ogoh ogoh, Upacara ini dilakukan di setiap rumah, Banjar, Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi. Upacara ini dilakukan di depan pekarangan , perempatan jalan, alun-alun maupun lapangan,lalu ogoh ogoh yang menggambarakan buta kala ini yang diusung dan di arak secara beramai ramai oleh masyarakat dengan membawa obor di iringi tetabuhan dari kampung kekampung, upacara ini kira kira mulai di laksanakan dari petang hari jam enam sore sampai paling lambat jam dua belas malam, setelah upacara ini selesai ogoh ogoh tersebut di bakar, ini semua bermakna bahwa seluruh roh roh jahat yang ada sudah diusir dan dimusnahkan
Saat hari raya Nyepi, seluruh umat Hindu yang ada di bali wajibkan melakukan catur brata penyepian.
Ada empat catur brata yang menjadi larangan dan harus di jalankan :
Amati Geni: Tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu.
Amati Karya: Tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, melainkan meningkatkan kegiatan menyucikan rohani.
Amati Lelungan: Tidak berpergian melainkan mawas diri,sejenak merenung diri tentang segala sesuatu yang kita lakukan saat kemarin , hari ini dan akan datang.
Amati Lelanguan: Tidak mengobarkan kesenangan melainkan melakukan pemusat.
Pikiran terhadap Sang Hyang Widhi Brata ini mulai dilakukan pada saat matahari “Prabata” saat fajar menyingsing sampai fajar menyingsing kembali keesokan harinya, selama (24) jam.
Upacara setelah Nyepi
Upacara Hari Ngembak Geni berlangsung setelah Hari Raya Nyepi berakhirnya ( brata Nyepi ). 
Pada esok harinya dipergunakan melaksanakan Dharma Shanty, saling berkunjung dan maaf memaafkan sehingga umat hindu khususnya bisa memulai tahun baru Caka dengan hal hal baru yang fositif,baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat, sehingga terbinanya kerukunan dan perdamaian yang abadi Menurut tradisi, pada hari Nyepi ini semua orang tinggal dirumah untuk melakukan puasa, meditasi dan bersembahyang, serta menyimpulkan menilai kualitas pribadi diri sendiri. 
Di hari ini pula umat Hindu khususnya mengevaluasi dirinya, seberapa jauhkah tingkat pendekatan rohani yang telah dicapai, dan sudahkah lebih mengerti pada hakekat tujuan kehidupan di dunia ini. Seluruh kegiatan upacara upacara tersebut di atas masih terus dilaksanakan, diadakan dan dilestarikan secara turun menurun di seluruh kabupaten kota Bali hingga saat ini dan menjadi salah satu daya tarik adat budaya yang tidak ternilai harganya baik di mata wisatawan domestik maupun manca negara. 
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa makna Nyepi itu sendiri adalah manusia diajarkan untuk mawas diri, merenung sejenak dengan apa yang telah kita perbuat. Dimasa lalu, saat ini dan merencanakan yang lebih baik dimasa yang akan datang dengan tidak lupa selalu bersykur dengan apa yang telah diberikan oleh sang Pencipta Bagi anda yang sibuk dengan pekerjaan dan rutinitas yang begitu padat ada baik nya anda meluangkan waktu sejenak keluar dari hiruk pikuk tersebut dan datang ke Bali sekedar introspeksi diri bahwa dalam kehidupan ini mempunyai terkaitan antara satu dan lain nya dan tidak lupa menyaksikan keadaan di Bali saat hari raya Nyepi akan terasa bedanya. 
Sumber : http://pranataharri.blogspot.com/2012/03/sejarah-dan-makna-hari-raya-nyepi.html#ixzz2NOgoiRht
Subscribe to:
Comments (Atom)

 
