Wednesday, October 18, 2006

Ponsel 3G Tanpa Jaringan 3G

PARA vendor telepon seluler GSM sudah memasarkan handset ponsel 3G (generasi ketiga) meski kenyataannya fasilitas canggih itu tidak berfungsi apa-apa. Paling banter mereka yang tinggal di kota besar seperti Jakarta bisa menikmati percobaan-percobaan yang dilakukan para operator seluler GSM.

SUDAH barang tentu percobaan itu tidak diumumkan secara terbuka, selain tentu juga bukan dalam kapasitas layanan yang kontinu, juga hal-hal lain yang tidak pasti. Hambatan teknis tentu sudah bukan lagi, tetapi lebih pada regulasi, operator seluler tentu tidak akan melanggar lebar pita frekuensi yang diperuntukkan baginya.

Seharusnya layanan nirkabel berkecepatan tinggi ini sudah bisa dinikmati mulai pertengahan tahun ini. Namun, kenyataanya sampai sekarang tanda-tanda itu masih belum memperlihatkan akan ada layanan 3G dalam waktu dekat ini. Semua lebih banyak menunggu lampu hijau dari pemerintah yang masih bersikap sebagai pengatur frekuensi.

Akibatnya, yang terjadi justru ketidakpastian bahwa dalam waktu dekat akan ada layanan 3G di negeri ini masih belum jelas. Sementara para pembuat ponsel 3G sudah berharap bisa memasarkan produk yang dibebani biaya untuk bisa mengakses layanan ponsel berkecepatan tinggi sesuai jadwal yang mereka perkirakan sebelumnya.

Semula pihak pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Departemen Perhubungan memberikan lisensi kepada pihak swasta untuk membangun jaringan 3G berbasis GSM. Pemberian lisensi ini sejak awal menimbulkan rasa iri karena tidak diberikan kepada operator yang bonafide yang siap menyelenggarakan operasi 3G saat ini.

Puncak kekecewaan kepada calon operator 3G itu, PT Natrindo Telepon Seluler (NTS) dan PT Cyber Accesss Communications (CAC), setelah sebagian saham kedua perusahaan dilepaskan ke pihak asing. Masing-masing ke perusahaan Maxis Communications Bhd (Malaysia) dan Hutchison Telecommunications International Ltd.

Carut-marut persoalan frekuensi ini membuat Menteri Negara Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Sofyan A Djalil untuk mengaudit ulang kedua perusahaan itu. Bahkan, ada rencana membersihkan jalur frekuensi 3G ini, termasuk keinginan untuk melakukan tender ulang pemberian lisensi.

LALU bagaimana dengan para vendor ponsel yang sudah melepaskan produknya yang sudah difasilitasi dengan kemampuan 3G?

Sepertinya mereka hanya bisa maklum dan mereka juga tidak bisa mengubah agenda memasarkan produk ponsel 3G mereka. Mereka hanya bisa berharap agar jaringan berkecepatan tinggi bisa segera terealisasi.

Karena, paling tidak di kawasan Asia Tenggara ini jaringan 3G dari jalur GSM sudah berhasil digelar. Seperti di Singapura dengan SingTel dan Malaysia dengan Maxis sudah bisa memberikan layanan 3G kepada para pelanggannya.

Di Indonesia operator Telkomsel yang sudah mengadakan uji coba 3G WCDMA, termasuk juga uji coba EDGE (Enhanced Data Rates for GSM). Bahkan, operator ini sudah sangat yakin untuk bisa mengoperasikan 3G mulai pertengahan tahun ini sekalipun belum ada kepastian tentang alokasi frekuensi untuk kebutuhan 3G tersebut.

Perusahaan yang 35 persen sahamnya dimiliki SingTel ini merasa yakin bisa sukses dengan 3G. Karena dari sekitar 17 juta pelanggannya hampir seperenamnya sudah aktif mempergunakan layanan GPRS maupun EDGE, terutama mereka yang tinggal di kota-kota besar.

Keadaan ini yang tampaknya membuat para produsen ponsel tidak ragu-ragu melepaskan produk mereka yang difasilitasi dengan kemampuan 3G. Dalam hal ini mereka berharap agar frekuensi kerja ponsel yang sudah mereka keluarkan sesuai dengan lisensi yang dikeluarkan pemerintah.

"Sekalipun fasilitas 3G belum bisa dimanfaatkan, namun seperti produk Motorola memiliki kemampuan entertainment phone yang bisa diandalkan," kata Yanty Agus dari Motorola Indonesia, yang mulai memasarkan sekaligus tiga ponsel berkemampuan 3G.

Selain produk A1000, ponsel yang berkemampuan PDA (personal digital assistant), juga E1000 dan ponsel 3G termurahnya C975 yang berharga sekitar Rp 3,5 juta. Ketiga produk ini merupakan ponsel 3G pertama dari Motorola yang dipasarkan di Indonesia yang diharapkan masuk pada waktu yang tepat. Produk ini juga merupakan bagian dari 11 ponsel 3G Motorola yang akan diluncurkan ke pasaran tahun ini.

Produk lain seperti Nokia 6680 bekerja pada frekuensi GSM 900/1.800/1.900 MHz ini mengakses WCDMA melalui frekuensi 2.100 MHz. Produk ini sudah dilengkapi dengan kemampuan komunikasi video sharing dan juga komunikasi ala HT (handie talkie) yang disebut push-to-talk yang pernah berjaya di Amerika Serikat.

Sony Ericsson mengandalkan Z800 yang merupakan ponsel clamshell yang memiliki frekuensi kerja serupa dengan produk Nokia di atas. Hasil bidikan kamera 1,3 Megapiksel bisa dengan mudah dikirimkan melalui jaringan 3G ataupun menggunakan saluran Bluetooth untuk diarahkan ke komputer.

DIBANDINGKAN dengan Nokia maupun Sony Ericsson sebenarnya Motorola tertinggal dalam menyediakan ponsel 3G di Indonesia. Meskipun ketertinggalan ini tidak berarti apa-apa selama jaringan 3G juga belum tersedia, sepertinya hal itu hanyalah soal waktu.

Bahkan, ketiga produk yang baru dipasarkan di Indonesia ini sebenarnya sudah diperkenalkan tahun lalu. Sebagai ponsel 3G pertama memang menarik, sekalipun perdebatan soal jaringan 3G masih belum kunjung selesai.

Seperti biasa perusahaan dari AS itu mencoba mengakomodasi para konsumennya dengan produk 3G dengan bervariasi. Selain berusaha menjangkau konsumen dengan harga serendah mungkin, juga memberikan fasilitas canggih untuk mereka yang membutuhkan lebih.

Sebagai ponsel 3G yang relatif murah, C975 sudah memiliki kemampuan untuk melakukan konferensi video dua arah sebagai kelebihan dari ponsel 3G dibandingkan dengan ponsel sebelumnya. Meski kemampuan kamera beresolusi VGA yang dimilikinya merupakan yang terendah apabila dibandingan dengan dua saudara lainnya.

Menyandang kapasitas sebagai ponsel hiburan, termasuk E1000, memiliki perlengkapan telepon video dua arah. Selain itu, sebagai ponsel serba guna yang dipasarkan dengan harga sekitar Rp 4,5 juta ini memiliki fasilitas push-to-talk seperti halnya sebuah pesawat HT sehingga mampu berhubungan layaknya HT dengan satu atau beberapa orang yang terdaftar.

Pemasaran ponsel 3G memuncak pada produk A1000 yang ditargetkan untuk konsumen yang memerlukan perangkat yang lebih dari sekadar ponsel. Selain berkemampuan untuk konferensi video, pesawat ini juga bisa menjalankan konsep mobile office.

Ponsel bernilai sekitar Rp 6,5 juta ini memiliki fungsi sebagaimana sebuah PDA, antara lain untuk menjalankan program Microsoft Word, Excel, PowerPoint, sampai membuka dokumen PDF yang biasanya minimal terdapat pada sebuah komputer saku.

A1000, selain sudah dilengkapi dengan kamera beresolusi 1,2 Megapiksel, rupanya juga dipersenjatai dengan kemampuan sebagai ponsel hiburan. Kemampuan tersebut mulai dari menjalankan multimedia streaming, merekam dan memainkan ulang file video MPEG4 dan file musik MP3, serta dilengkapi dengan speaker ganda. (AWE)

No comments: